Jika anda gemar beradu argumen soal pemilihan Presiden (pilpres) di media sosial, mungkin kegemaran anda perlu dikendalikan. Karena, bisa jadi bukan hanya akan membawa pengaruh bagi kesehatan mental anda, tapi juga keselamatan jiwa.
Ahmad Alfateh alias Subaidi (30 tahun) warga di Sampang, Madura, Jawa Timur, tewas pada Kamis (22/11/2018). Subaidi tewas karena peluru yang menerjang dadanya, hanya gara-gara perang komentar di Facebook terkait pilpres.
Kapolres Sampang Ajun Komisaris Besar Budi Wardiman menjelaskan penembakan itu terjadi pada Rabu (21/11/2018) sekitar pukul 09.00 WIB itu.
"Motifnya (tersangka) sakit hati karena korban mengunggah video tersangka di Facebook dan dengan kata-kata kasar hingga mengancam akan membunuh tersangka," kata Budi seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (26/11/2018).
Dari beberapa sumber yang kami temukan, pangkal peristiwa itu bermula dari sebuah unggahan di Facebook. Seseorang mengunggah foto di Facebook berisi ancaman terhadap satu pendukung calon presiden dengan tulisan "Siapa pendukung capres ini akan merasakan pedang ini". Idris pun memberi komentar dalam status itu dengan "Saya ingin merasakan tajamnya pedang itu".
Minggu (28/11/2018) sekitar pukul 16.00 WIB. Saat itu seorang lelaki bernama Bahrud, perwakilan sebuah ormas mendatangi rumah tersangka. Tujuan Bahrud untuk mengklarifikasi pernyataan di akun Facebook Idris atas komentarnya yang dianggap telah menantang tokoh ormas tersebut. Kedatangannya Bahrud direkam.
Namun, usai kejadian itu, beredar video di Facebook tentang peristiwa klarifikasi akun Facebook terhadap Idris. Pengunggah video itu menggunakan akun 'Ahmad Alfateh' alias Subaidi. Di video itu disertai, kalimat yang bernada menghina Idris.
Idris langsung mencari tahu siapa pemilik akun 'Ahmad Alfateh'. Lewat Sakroni, temannya yang berprofesi sebagai perawat Puskesmas, tersangka tahu bahwa nama asli pemilik akun Ahmad Alfateh adalah Subaidi, yang berprofesi sebagai dokter gigi.
Idris pun mendatangi rumah Subaidi dengan maksud untuk mengklarifikasi unggahan tentang video yang bernada menghina Idris. Namun Idris tidak bertemu dengan Subaidi, dia hanya bertemu mertua perempuannya.
Pada hari kejadian, Rabu (21/11/2018) korban mendapat telepon dari pasien di daerah Sokobanah Laok. Dia langsung menuju ke rumah pasien dan malah bertemu Idris. Keduanya lantas cekcok soal video yang diunggah Subaidi di Facebook.
"Pelaku sakit hati kepada korban karena mengunggah video itu ke media sosial. Dalam percekcokan itulah pelaku menembak korban di bagian dada hingga tembus ke punggung,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera, seperti dikutip dari Suara.com.
Korban sempat dibawa puskesmas terdekat dan dirujuk ke Rumah Sakit Pamekasan dan selanjutnya ke RS soetomo Surabaya. Namun akhirnya meninggal dunia. Tersangka akhirnya menyerahkan diri. Senjata yang dipakai untuk menembak korban adalah senjata rakitan.
Tersangka dijerat pasal 340 KUHP jo Pasal 56 ayat 1 ke 1e dan 2e KUHP atau Pasal 338 KUHP jo Pasal 1 ayat 1 UURI Nomor : 12/Drt/1951 dengan ancaman paling berat hukuman mati, atau penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun.
Ketua Direktorat Relawan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ferry Mursyidan Baldan menyayangkan cekcok yang berujung pembunuhan ini. "Ini menyedihkan dan warning (peringatan) untuk kita semua," ujar Ferry kepada Tempo, Minggu (25/11/2018) lewat pesan teks.
Ferry mengimbau relawan Prabowo-Sandiaga menjaga citra kontestasi pemilihan presiden. Sebab, bila masyarakat terpecah, maka wajah Indonesia di mata dunia pun terdampak. "Kepada para relawan Prabowo-Sandiaga, kami ajak untuk terus menahan diri dari pancingan emosi," kata Ferry. Bila dukungan timbul karena emosi, iklim politik yang sejuk tak akan terjadi.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Joko-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding mengatakan peristiwa ini menjadi bukti bahwa masyarakat sangat menganggap serius Pilpres. Maka, keseriusan masyarakat ini harus dipikirkan dan disadari para elite, tim kampanye, dan juru kampanye agar tak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang provokatif, bohong atau hoaks dan berpotensi membelah masyarakat.
"Jangan sampai kasus-kasus seperti ini meluas terjadi di mana-mana," kata Karding Senin (26/11/2018). Karding juga meminta masyarakat tak mengunggah hal-hal yang berpotensi memecah belah dan bermusuhan.